Ketertelusuran untuk Keberlanjutan dan Inklusivitas Petani Lutra di Sektor Kakao

Luwu Utara – Pemerintah Kabupaten Luwu Utara, didukung oleh Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD), Tropical Forest Alliance (TFA), Partnership for Indonesia’s Sustainable Agriculture (PISAgro), Cocoa Sustainability Partnership (CSP), dan Solidaridad (Sol) dan partisipasi dari perwakilan Uni Eropa melaksanakan dialog yurisdiksi kakao bertajuk “Mendorong Kakao Berkelanjutan di Indonesia Melalui Ketertelusuran dan Inklusi Petani”.
Dialog yurisdiksi ini bertujuan untuk mendukung transformasi strategis sektor perkebunan Indonesia yang berperan besar untuk perekonomian nasional, khususnya kakao.
Dialog ini diselenggarakan sebagai bagian dari inisiatif Sustainable Agriculture for Forest Ecosystems (SAFE), sebuah program global yang didanai oleh Uni Eropa, Pemerintah Jerman dan Pemerintah Belanda.
SAFE diimplementasikan di 10 negara dalam kemitraan dengan pemerintah di masing-masing negara.
SAFE juga melaksanakan dialog regional di tiga kawasan: Andes, MERCOSUR, dan Asia Tenggara. Di Asia Tenggara, dialog regional yang difokuskan pada Indonesia, Malaysia, dan Papua Nugini.
Inisiatif ini diimplementasikan oleh GIZ dengan melibatkan konsorsium yang diketuai oleh Tropical Forest Alliance – Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD).
Sebagai salah satu sentra produsen kakao terbesar di Indonesia, Luwu Utara dipilih menjadi lokasi dialog yurisdiksi karena angka produksi kakao yang baik dan tingginya keterlibatan berbagai pihak dalam upaya peningkatan produksi kakao secara berkelanjutan.
Selain itu, pemerintah daerah memiliki prioritas pembangunan “Kakao Lestari, Rakyat Sejahtera” untuk sektor pertanian.
“Komoditas kakao merupakan tulang punggung ekonomi Luwu Utara. Sektor ini menyumbang 22% Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).” ucap Sekretaris Daerah (Sekda) Luwu Utara, Jumar Jayair Lussa S.Ip. M.Si. pada pembukaan acara.
“Luwu Utara merupakan salah satu pemasok kakao yang berkelanjutan dan bebas deforestasi melalui beberapa brand internasional yang produknya banyak masuk ke pasar Eropa . Dengan demikian, permintaan pemenuhan pasar global untuk produk kakao yang ber-ketertelusuran, legal, dan bebas deforestasi seharusnya bukan hal yang sulit.” tambah Sekda Jumar.
Eloise O’Carroll, Program Manager for Forestry, Natural Resources, and Energy, Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia menyampaikan kalau saat ini peningkatan permintaan global untuk komoditas yang berkelanjutan dan bebas deforestasi tentunya bisa menjadi peluang peningkatan perekonomian daerah melalui pertumbuhan hijau.
Tentunya, hal ini selaras dengan komitmen Indonesia untuk menurunkan laju deforestasi sebesar 56% pada 2030 yang tertera di dalam dokumen Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC).
“Negara anggota Uni Eropa seperti seperti Belanda, Jerman, Estonia, Spanyol, dan Perancis merupakan konsumen terbesar kakao dari Indonesia. Meskipun terus meningkat, total impor kakao dari Indonesia ke EU relatif masih kecil, yaitu sekitar 5% di tahun 2024 dengan nilai sebesar EUR 223 juta.” Ujar Eloise.
“Sebagai konsumen coklat terbesar di dunia, pasar Eropa menawarkan peluang bagi Luwu Utara,Indonesia sebagai tujuan ekspor stabil selama kriteria keberlanjutan terpenuhi. Melihat peningkatan signifikan Indonesia dalam mengurangi deforestasi selama satu dekade terakhir, kini Indonesia berada pada posisi yang tepat untuk meningkatkan ekspor kakao berkelanjutan ke Uni Eropa.” tambah Eloise.
Dialog di tingkat yurisdiksi di Kabupaten Luwu Utara ini disambut baik oleh Bupati yang hadir secara daring dan menggarisbawahi pentingnya memajukan komoditas pertanian untuk memperkuat ekonomi masyarakat dan daerah, serta akan berkontribusi bagi transformasi ekonomi yang menjadi prioritas Indonesia.
“Luwu Utara merupakan wilayah yang berkembang dari sektor pertanian dan perkebunan. Hal ini terlihat dari kontribusi PDRB kita. Dengan demikian, kami menjadikan kedua sektor tersebut sebagai tumpuan utama pembangunan – selaras dengan tren pembangunan nasional dan internasional. Tentunya kita akan terus berkoordinasi dengan pihak-pihak di tingkat provinsi, nasional, dan internasional.” Kata Andi Abdullah Rahim, Bupati Luwu Utara.
Selaras dengan visi Bupati Luwu Utara, Kementerian Pertanian, Direktorat Hilirisasi Perkebunan, Sangkan M. Sitompul, S. H., M. Sc, juga menekankan pentingnya percepatan Surat Tanda Daftar Budidaya Elektronik (STDB) sebagai upaya konkrit untuk ketertelusuran kakao Luwu Utara untuk bisa masuk pasar Eropa.
Peranan dan keterlibatan petani kakao dalam rantai pasok global juga krusial, mengingat 90% produksi kakao nasional berasal dari kebun mereka.
“Pendaftaran STDB menjadi sangat penting untuk memastikan keterlibatan para petani dalam tata niaga kakao global. Untuk mempercepat terbitnya STDB perlu kerja sama semua pihak, termasuk kelompok petani, koperasi petani, sektor swasta, lembaga sertifikasi, lembaga masyarakat sipil, dan pemerintah.” ungkap Sangkan Sitompul.
“Disamping itu, para petani harus menjaga dan meningkatkan mutu produk kakao yang dihasilkan sesuai dengan Good Handling Practice (GHP), karena mutu produk dapat mempengaruhi harga jual.” tambah Sangkan Sitompul.
Dialog Yurisdiksi ditutup dengan praktik pengisian form dalam platform e-STDB terhadap 31 anggota kelompok tani dan 14 petugas penyuluh pertanian.
Beberapa peluang kerja sama juga telah teridentifikasi untuk mempercepat pencapaian proses input data e-STDB, salah satunya bersinergi multipihak.
Kolaborasi tersebut diupayakan pada perkebunan kakao yang dikelola dengan skema perhutanan sosial. .
Masalah pendanaan, bimbingan teknis, distribusi pengetahuan, dan persoalan akses petani terhadap benih dan pupuk khusus kakao juga menjadi sorotan bersama.
Diharapkan pemenuhan akses tersebut akan meningkatkan produktifitas kakao yang akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan petani kakao..
“Diperlukan peran koordinasi di tingkat kabupaten untuk menyatukan para pihak di sektor kakao untuk menjawab kendala yang ada, sekaligus melakukan percepatan penerbitan e-STDB. Tujuan akhirnya adalah komoditas Kakao Kabupaten Luwu Utara menjadi kabupaten pengekspor Kakao ke pasar Eropa dan mampu memenuhi regulasi komoditas berkelanjutan sesuai persyaratan pasar global, salah satunya di negara-negara Uni Eropa yang mengimpor kakao dari Indonesia.” ungkap Yeni, Country Manager Solidaridad Indonesia, selaku salah satu mitra penyelenggara kegiatan dialog yurisdiksi komoditas berkelanjutan ini.**