MAKASSAR – Masyarakat Indonesia secara garis besar terbagi menjadi masyarakat industri, masyarakat agraris dan masyarakat digital. Semua aspek yang berhubungan dengan kehidupan manusia hari ini seperti ekonomi, politik, sosial, budaya telah bergeser ke arah digitalisasi. Masyarakat digital hari ini memegang kunci penting sekaligus titik rawan. Sehingga, masyarakat juga harus mampu menyesuaikan diri tanpa kehilangan nilai dengan keadaan global hari ini, jum’at(26/12/2025).

Di tengah arus besar geopolitik digital tersebut, generasi digital menempati posisi yang paradoksal. Di satu sisi, mereka adalah generasi paling adaptif terhadap teknologi dan memiliki potensi besar sebagai penggerak inovasi serta penjaga kedaulatan digital bangsa. Namun di sisi lain, mereka juga menjadi kelompok yang paling rentan terhadap manipulasi informasi, eksploitasi data, dan polarisasi digital.

Ketahanan generasi digital, oleh karena itu, menjadi isu strategis yang tidak dapat dipisahkan dari agenda ketahanan nasional. Ketahanan ini harus dibangun tidak hanya melalui peningkatan kapasitas teknis keamanan siber, tetapi juga melalui pembentukan kesadaran geopolitik, etika digital, dan tanggung jawab kewargaan di ruang siber.

Dunia bergerak menuju tatanan multipolar yang sarat dengan rivalitas geopolitik digital, perang hibrida, serta kontestasi narasi melalui ruang digital. Kejahatan siber, pembobolan data nasional, dan manipulasi informasi telah menjadi instrumen strategis yang dapat melumpuhkan negara tanpa perlu mengangkat senjata.

Serangan terhadap sistem digital pemerintahan dan infrastruktur kritis bukan hanya persoalan teknis, melainkan ancaman serius terhadap keamanan nasional dan kepercayaan publik. Oleh karena itu, ketahanan generasi digital menjadi prasyarat utama ketahanan negara.

Ketika teknologi menjadi medan pertempuran geopolitik sekaligus ruang partisipasi warga, demokrasi pun dituntut untuk beradaptasi. Di sinilah Demokrasi 5.0 menemukan relevansinya sebagai model yang berupaya menyeimbangkan kemajuan teknologi dengan nilai kemanusiaan dan kedaulatan rakyat.

Demokrasi tidak lagi hanya diukur dari prosedur elektoral, tetapi dari sejauh mana teknologi mampu memperluas partisipasi publik, meningkatkan transparansi, serta melindungi hak-hak digital warga negara. Tanpa ketahanan siber dan generasi digital yang sadar geopolitik, demokrasi justru rentan direduksi menjadi arena manipulasi algoritma, polarisasi digital, dan otoritarianisme berbasis teknologi.