“Upah Murah Adalah Pelanggaran Ham”

Hak asasi manusia (HAM) memiliki sejarah panjang, setelah perang dunia ke dua berakhir Pada tanggal 10 Desember 1948, Majelis Umum PBB mengadopsi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) di Paris, Perancis. Deklarasi ini terdiri dari 30 pasal yang menjabarkan hak-hak dasar manusia, seperti hak atas hidup, kebebasan, dan keamanan; hak atas pendidikan; dan hak atas pekerjaan.

Deklarasi universal hak asasi manusia menjadi landasan bagi perkembangan HAM internasional dan nasional, termasuk di Indonesia yang telah meratifikasi konvensi-konvensi HAM PBB dan menetapkan hak-hak dasar dalam UUD 1945.

HAM terus berkembang dan berevolusi seiring waktu, dengan penekanan pada isu-isu seperti hak perempuan, hak anak, dan hak lingkungan.

Indonesia telah meratifikasi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) melalui beberapa undang-undang, antara lain:

– UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

– UU No. 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik

– UU No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya

Namun di Indonesia pelanggaran terhadap HAM di mana kaum buruh, petani, kaum miskin kota, nelayan, disabilitas, pekerja rumah tangga, perempuan dan anak-anak serta kelompok rentan tidak mendapatkan perlindungan yang cukup dari negara.

Buruh mengalami penindasan dan penghisapan dengan upah murah dan sistem outsourching sebagai bentuk perbudakan modern.

Para petani kita masih tenggelam dalam kemiskinan di mana harga bibit, pupuk, pestisida mengalami kenaikan harga yang sangat signifikan namun tidak sebanding dengan harga jual gabah para petani.

Penangkapan terhadap para aktivis dan demonstran pada tanggal 28. Agustus 2025 dengan alat represifitas negara sebagai Bentuk pembatasan kebebasan berpendapat oleh negara.

Bahkan ditempat kerja sekalipun di pabrik-pabrik, di perusahan-perusahan dan di kantor-kantor mereka secara nyata melakukan pelarangan dan pemberangusan terhadap organisasi buruh (union basting) yang justru di sokong oleh pemerintah di mana kebebasan berserikat, berkumpul telah dijamin oleh konstitusi.

Praktek-praktek perampasan tanah baik di perkotaan dan dipedesaan di mana mafia tanah dan mafia hukum memanfaatkan celah hukum serta ketidakberdayaan rakyat dalam melindungi tanah dan rumahnya sehingga sangat mudah untuk digusur seharusnya negara dan pemerintah hadir sebagai pelindung dan pembela rakyat bukan sebagai komprador pengusaha dan penguasa.

Tidak disahkannya RUU pekerja rumah tangga oleh DPR dan pemerintah sebagai bukti mereka melegalkan penindasan terhadap para pekerja rumah tangga tanpa mendapatkan perlindungan dari negara. Karena dugaan kuat mereka juga adalah merupakan bagian daripada pelaku dari penindasan yang dialami oleh para pekerja rumah tangga.

Monopoli dan pelarangan organisasi di pelabuhan Makassar sebagai bagian dari bentuk adanya pengekangan dan adanya kepentingan oknum-oknum tertentu untuk menguasai sumber-sumber produktif di pelabuhan. Padahal sesungguhnya justru kita harus membuka ruang dan membuka koperasi-koperasi baru yang dibangun oleh kekuatan buruh sendiri sebagai bentuk kedaulatan maritim dan martabat bangsa karena pelabuhan merupakan tempat arus masuk dan keluarnya orang dan parameter tingkat kemajuan suatu daerah.

Pengrusakan lingkungan yang terjadi menjadi ancaman terbesar bencana alam yang mengancam sehingga membutuhkan mitigasi untuk mengatasi itu.

Belum disahkannya kenaikan upah oleh pemerintah sampai hari ini sebagai bentuk dari pengingkaran atas hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai oleh pemerintah dan lebih kepada upaya kompromi dengan pengusaha. Sebagaimana yang kita ketahui bersama berdasarkan putusan Mahkamah konstitusi nomor 160 sudah jelas bahwa perhitungan terhadap kenaikan upah berdasarkan kebutuhan hidup layak adalah pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi dan kenaikan indeks tertentu. Kesemuanya ini adalah pemerintah sendiri yang mendata dan mengumumkan namun seolah tidak mengakui bahwa kenaikan upah buruh tahun 2026 haruslah berada diangka 8,5-10,5 %.

Untuk itu Partai Buruh Exco Sulsel menyatakan sikap :

1. NAIKKAN UPAH 2026 YANG LAYAK sebesar 8,5 – 10,5 %

2. ⁠BEBASKAN TAPOL AKSI AGUSTUS 2025

3. ⁠REVISI UU PEMILU DAN PARTAI POLITIK

4. ⁠HENTIKAN PENGRUSAKAN LINGKUNGAN

5. ⁠TOLAK MENOPOLI USAHA DAN LARANGAN BERSERIKAT DI PELABUHAN UTAMA MAKASSAR

6. ⁠HAPUS OUTSOURCING DAN TOLAK UPAH MURAH

7. ⁠Sahkan RUU PRT

8. ⁠Stop perampasan tanah

Makassar 10 Desember 2025

KPBI-PSBM-FSPMI-KPRM-GSBN-SPRT-FSBPI GOWA-Partai Buruh Exco Takalar-Partai Buruh Exco Gowa-Forum Warga- Santaria Bersatu-PSBM-yg PUK TENAGA KERJA BAGASI PELABUHAN UTAMA MAKASSAR