Outsourcing, Perbudakan Modern di Era Industri

MAKASSAR – Outsourcing atau alih daya tenaga kerja awalnya dihadirkan sebagai solusi efisiensi bagi perusahaan. Sistem ini dianggap mampu memangkas biaya operasional sekaligus menghadirkan fleksibilitas tenaga kerja sesuai kebutuhan industri. Namun dalam praktiknya, outsourcing justru lebih banyak menimbulkan masalah dibandingkan solusi.

Mengapa? Karena outsourcing menjadikan tenaga kerja sekadar “alat produksi” yang dapat diganti kapan saja. Tidak ada kepastian kerja, kontrak hanya beberapa bulan, upah sering tidak sesuai standar, dan jaminan sosial pun minim. Inilah yang saya sebut sebagai wajah baru perbudakan modern.

Pekerja outsourcing pada dasarnya tidak memiliki posisi tawar. Mereka harus menerima kondisi kerja apapun yang ditawarkan. Jika menolak, ada ribuan penganggur lain yang siap menggantikan. Inilah lingkaran ketidakadilan yang terus berulang.

Padahal, tenaga kerja adalah manusia dengan hak, martabat, dan masa depan. Mereka bukan sekadar angka dalam neraca biaya perusahaan. Ketika hak dasar pekerja dikorbankan atas nama efisiensi, maka negara ini sedang mengabaikan prinsip keadilan sosial sebagaimana termaktub dalam konstitusi.

Saya memandang bahwa praktik outsourcing hari ini tidak ubahnya perbudakan modern yang dilegalkan. Bedanya, jika dulu budak diikat dengan rantai, maka sekarang pekerja diikat dengan kontrak jangka pendek yang bisa diputus sewaktu-waktu.

Karena itu, negara harus hadir. Pemerintah harus berani menata ulang sistem ketenagakerjaan, mempertegas regulasi, dan memastikan setiap perusahaan menempatkan pekerja sebagai manusia yang bermartabat, bukan sekadar komoditas.

Kita tidak menolak investasi atau pertumbuhan ekonomi, tetapi jangan sampai pembangunan dilakukan dengan mengorbankan kesejahteraan rakyat pekerja. Sesungguhnya, ekonomi yang berkelanjutan hanya bisa lahir dari keadilan sosial dan penghormatan terhadap martabat manusia.

Pekerja bukan mesin, mereka adalah tulang punggung bangsa. Jika outsourcing terus dibiarkan tanpa perbaikan, maka kita sedang melestarikan perbudakan modern di tengah peradaban.

Oleh: Danial Malik, SE., Ak., Daeng Rani

Baca Juga

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button