Loyalitas yang Salah Arah

GOWA – Loyalitas adalah sebuah sikap mulia yang menunjukkan komitmen, pengabdian, dan kesetiaan terhadap pimpinan maupun organisasi. Namun, loyalitas menjadi keliru ketika lebih ditujukan kepada pribadi pimpinan daripada kepada aturan dan regulasi yang telah disepakati bersama.
Fenomena ini sering terjadi di lingkup penyelenggaraan pemerintahan, ketika aparatur atau perangkat lebih mementingakan “asal pimpinan senang” daripada menjalankan tugas sesuai aturan. Akibatnya, roda pemerintahan berjalan tidak efektif. Musyawarah diabaikan, aspirasi masyarakat terpinggirkan, dan keputusan hanya lahir dari kehendak segelintir orang.
Padahal, regulasi dibuat bukan untuk menghambat, melainkan menjadi pedoman agar pemerintahan berjalan transparan, akuntabel, dan berpihak kepada masyarakat. Musyawarah juga merupakan prinsip demokrasi yang melekat dalam nilai budaya kita: saling mendengar, memberi ruang pada pendapat berbeda, dan mencari titik temu demi kepentingan bersama.
Kita harus menyadari bahwa loyalitas sejati bukanlah pada sosok pimpinan semata, melainkan pada amanah dan tanggung jawab yang kita emban. Pimpinan yang baik pun tentu menginginkan aparatur yang berani memberi masukan, taat regulasi, dan menjunjung tinggi musyawarah. Sebab, tanpa musyawarah, pemerintahan hanya akan menjadi otoriter dan jauh dari keadilan.
Sudah saatnya kita mengembalikan semangat loyalitas kepada rel yang benar: setia pada regulasi, berpegang pada aturan, dan mengutamakan musyawarah. Dengan begitu, penyelenggaraan pemerintahan dapat berjalan efektif, aspiratif, dan bermartabat, sebagaimana cita-cita kita bersama dalam membangun desa, daerah, dan bangsa.
Oleh: Bakhtiar Daeng Sigollo(Wakil Ketua BPD Desa Bone, Kec. Bajeng, Kab. Gowa)