Kuasa Hukum Korban Asusila Catat Sembilan Poin Pelanggaran Pada Sidang Etik Briptu JYC

Kuasa Hukum Korban Asusila Catat Sembilan Pelanggaran Oleh Briptu JYC

MAKASSAR – Law Office Akhmad Rianto&Partners yakni Andi Muhammad Syahruddin Rum, SH, MH, Kristopel Hendra Tonglo Langi’, SH, MH, Nurul Hidaya SH, Hadijah Augiri, SH, MH, Nur Miftahul Khair, Anita Bakri, SH dan Andi Asmunawar, SH kuasa hukum dari FTN Korban asusila menyampaikan hal terkait kasus pelanggaran disiplin dan etika yang dilakukan oleh diduga terdakwa Briptu JYC, senin(22/09/2025).

Kristopel Hendra Tonglo Langi’, SH, MH, mengatakan pada sidang disiplin dan etika telah dilaksanakan oleh polres Jeneponto pada tanggal 4 September 2025 dan 18 September 2025 terhadap Briptu JYC yang mana dalam pelaksanaan sidang tersebut dilakukan secara tertutup dengan dalih kasus ini kasus asusila.

“Pada sidang tersebut ternyata Briptu JYC menyangkal pernah bermalam di Asrama Polres Jeneponto, Padahal di Asrama Polres Jeneponto Briptu JYC yang menjemput Korban FTN di depan Polres Jeneponto dan memasukkan korban FTN ke Asrama Polres Jeneponto, dan disana pula Briptu JYC merengut keperawanan korban FTN yang kala itu masih pelajar SMA kelas 3 dengan dijanji dan diming-imingi akan dinikahi, sehingga korban FTN rela melepaskan ke gadisannya kepada Briptu JYC. Bahkan, ketika dikonfirmasi lebih lanjut, terdakwa memberikan jawaban yang berbelit-belit dan tidak konsisten, sehingga memperlambat jalannya pemeriksaan. Selain itu, ketika ditanya mengenai peristiwa bermalam di rumah pribadi, Terdakwa kembali menyangkal dengan alasan bahwa pertemuannya dengan Saksi hanya sebatas membeli gorengan. Saksi menjelaskan bahwa Terdakwa juga menyangkal pernah bermalam di Andi Tonro Homes yang berada di Jl.  Andi Tonro II  maupun di Apartemen Vidaview. Bahkan terkait bukti berupa video call dengan muatan asusila (VCS), Terdakwa kembali membantah dengan menyatakan bahwa peristiwa tersebut terjadi sebelum pernikahan, padahal bukti menunjukkan bahwa hal tersebut terjadi baik sebelum maupun setelah pernikahan,” jelasnya.

Selanjutnya Kristopel Hendra mengungkapkan selama proses persidangan, Korban FTN memberikan kesaksian di bawah sumpah dengan menggunakan Al-Qur’an dan menyampaikan keterangan secara jujur sesuai dengan apa yang dialami. Saksi menegaskan bahwa keterangannya dapat dibuktikan melalui hasil tangkapan layar (screenshot) yang terdapat didalam telepon genggam Terdakwa menunjukkan secara jelas tanggal, waktu, jam, menit, dan detik terjadinya peristiwa tersebut. Dengan demikian, penyangkalan Terdakwa tidak sesuai dengan fakta yang ada. FTN dalam sidang etik juga menyampaikan bahwa dalam memberikan keterangan selama proses pemeriksaan, dirinya merasa tertekan, gemetar, dan beberapa kali menangis, namun tetap konsisten memberikan keterangan yang benar sesuai dengan fakta yang dialami. Lebih lanjut, FTN juga menerangkan bahwa keluarga Briptu JYC pernah datang untuk dengan maksud menyelesaikan perkara secara kekeluargaan, namun hal tersebut ditolak karena keterangan yang disampaikan keluarga Briptu JCY tidak sesuai dengan kenyataan.

“Selama berlangsungnya proses persidangan, terdakwa beserta dengan Penasehat Hukumnya terus membantah terkait bukti berupa rekaman video call dengan muatan asusila (VCS), namun dapat ditegaskan melalui bukti digital yang disita, berupa tangkapan layar yang memperlihatkan Briptu JYC tanpa busana dengan memegang alat kelaminnya dimana keterangan gambar tersebut terdapat tanggal, jam, menit, dan detik, secara jelas membuktikan bahwa peristiwa asusila tersebut benar terjadi beberapa minggu setelah pernikahan Briptu JYC dengan U,” ungkapnya.

Berdasarkan pada keterangan dan bukti yang terungkap di persidangan, Ketua Komisi menilai bahwa Terdakwa Briptu JYC telah melakukan pelanggaran etik dan disiplin sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan yang berlaku yaitu huruf f Pasal 13 UU No. 7 Tahun 2022 (etika kepribadian), Pasal  6 huruf d Perpol Nomor 2 Tahun 2003 Tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian NKRI pungkas Kristopel Hendra.

Sambung Kristopel Hendra pada hari kamis(18/09/2025) Komisi Sidang Etik dan Disiplin telah menjatuhkan Putusan Demosi selama 8 (delapan) tahun dan hukuman selama 21 (dua puluh satu), kami dari Tim Hukum korban FTN menilai Hukuman yang dijatuhkan kepada Briptu JYC sangat ringan, dimana perbuatan Briptu JYC  merupakan perbuatan pelanggaran berat  dan merupakan PERBUATAN TERCELA yang merusak nama baik Institusi Kepolisian. Keputusan untuk Mempertahankan Briptu JYC dengan masih berada di Institusi Kepolisian adalah merupakan tindakan yang gegabah yang justru akan merusak citra Polri secara keseluruhan di masyarakat dimana Perbuatan yang dilakukan oleh Briptu JYC adalah perbuatan AMORAL dan ASUSILA yang bisa merusak kepercayaan masyarakat sebagai institusi penegak hukum yang bermartabat.

“Atas perbuatan yang dilakukan oleh BRIPTU JAKA YUDHA telah melanggar Ketentuan Perpolri Nomor 7 Tahun 2022, Paragraf 4 Pasal 8 poin C.3 Terkait Norma Kesusilaan, dan poin F Terkait menjaga sopan Santun dan etika dalam pergaulan dan penggunaan sarana media sosial dan media lainnya Dan Pasal 13 Poin F Terkait Melakukan Perzinaan dan /atau Perselingkuhan, dan poin G. 5 Terkait Pornografi dan Pornoaksi,” punkasnya.

Diakhir Kristopel Hendra mengatakan BRIPTU JYC yang merupakan Anggota Polres Jeneponto diduga telah melakukan perbuatan Tercela yang Melanggar sumpah/janji, peraturan disiplin, dan kode etik sebagai anggota Polri sebagaimana diatur dalam Pasal 11 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2003 Tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.

“Kami dari Tim Hukum korban FTN akan tetap akan berjuang untuk memberikan keadilan kepada Korban FTN dan meminta kepada KAPOLRI, KOMNAS HAM, KOMNAS PEREMPUAN, KOMPOLNAS, LPSK, KAPOLDA SULSEL dan KAPOLRES Jeneponto untuk memberikan hukuman yang berat kepada Briptu JYC atas perbuatan dan tindakannya yang telah merusak masa depan anak perempuan yang seharusnya dilindungi justru diperlakukan sebagai obyek nafsu sexual semata dari Briptu JYC. Hal ini akan menjadi preseden buruk di masyarakat yang dapat merusak institusi Kepolisian secara keseluruhan akibat tindakan Amoral dan Asusila dari Aparat Penegak Hukum,” tutupnya.

Baca Juga

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button