Jaringan Nasional Indonesia Keluarkan Enam Pernyataan

JAKARTA – Jaringan Nasional Indonesia (Jarnas.Indo) lewat Adi Wijaya Ketua Harian menyatakan keprihatinan mendalam atas tragedi yang menimpa kawan-kawan pekerja ojek online serta semakin jauhnya empati elit politik terhadap penderitaan rakyat, sabtu(30/08/2025).
Di tengah kondisi rakyat yang terseok-seok menghadapi tekanan ekonomi, justru muncul rencana kenaikan gaji anggota DPR RI, sebuah kebijakan yang melukai rasa keadilan rakyat.
Kondisi Ekonomi Politik Nasional
1. Defisit Keuangan Negara dan Beban Rakyat
APBN 2025 tercatat mengalami tekanan berat dengan defisit mencapai lebih dari Rp 500 triliun, terutama akibat beban utang yang kian membengkak.
Ironisnya, di tengah beban fiskal itu, pemerintah justru menambah pos belanja birokrasi dan rencana kenaikan gaji pejabat negara.
Kondisi ini berbanding terbalik dengan realitas rakyat: tingkat kemiskinan masih di kisaran 9,3% atau sekitar 26 juta jiwa, sementara tingkat pengangguran terbuka 5,8% (sekitar 8,3 juta orang).
2. Jurang Empati dalam Kebijakan Publik
Rencana kenaikan gaji DPR RI dilakukan ketika rakyat dihadapkan pada kenaikan harga kebutuhan pokok rata-rata 7–10% per tahun akibat inflasi.
Kenaikan tarif K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) di sektor buruh, seperti yang diprotes oleh kawan-kawan Ojol dan buruh pabrik, justru menambah beban biaya hidup. Dalam praktiknya, tarif K3 ini dibebankan langsung ke upah buruh, mempersempit ruang nafkah rakyat pekerja.
3. Ketidakadilan Distribusi Anggaran
Belanja pegawai dan birokrasi menghabiskan lebih dari 30% APBN, sementara belanja subsidi rakyat seperti subsidi pangan, energi, dan transportasi publik terus dikurangi.
Data BPS menunjukkan rasio gini Indonesia stagnan di angka 0,39–0,41, menandakan jurang ketimpangan antara elit dan rakyat terus melebar.
Menyikapi fakta-fakta di atas, Jarnas.Indo menyatakan sikap tegas sebagai berikut:
1. Mendesak Presiden Republik Indonesia untuk segera mencopot Kapolri yang gagal menjaga rasa aman, gagal menghadirkan keadilan sosial, dan justru membiarkan tindakan represif terhadap rakyat. POLRI tidak boleh menjadi alat kekuasaan politik tertentu.
2. Mendesak Ketua-ketua Partai Politik untuk segera mengganti kader-kader pongah yang duduk di DPR RI, yang lebih mementingkan kenaikan gaji dan fasilitas ketimbang memperjuangkan kepentingan rakyat.
3. Menolak keras segala bentuk kebijakan yang semakin membebani rakyat kecil, baik dalam bentuk kenaikan tarif K3, PPN 12%, PPH 21 maupun pungutan-pungutan yang tidak berkeadilan dengan cara mereformasi kebijakan pajak.
4. Mendorong konsolidasi gerakan rakyat, Buruh, Tani dan mahasiswa dengan melakukan aksi massa yang Terpimpin, Terdidik dan Teroganisir untuk terus mengawal demokrasi, menolak oligarki politik, dan menegakkan supremasi rakyat di atas kepentingan elit.
5. Mendorong pemerintahan Prabowo-Gibran fokus terhadap Program Peningkatan Kesejahteraan Rakyat. Hal tersebut hanya akan bisa dilakukan oleh pemerintah, jika Presiden RI melakukan evaluasi besar terhadap kabinetnya.
6. Kembali kepada semangat Reformasi, salah satunya adalah menolak diberlakukannya kembali Dwi Fungsi ABRI dan Pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dengan mensahkan UU Perampasan Aset.
Kami percaya bahwa Indonesia tidak boleh dibiarkan jatuh lebih dalam ke dalam jurang empati. Pemerintah dan partai politik harus segera membuktikan keberpihakan pada rakyat, bukan pada kepentingan sempit kekuasaan.