MAKASSAR, MATASULSEL.ID – Di tengah derasnya arus informasi yang kerap mengaburkan batas antara fakta dan manipulasi, revitalisasi Nilai-Nilai Dasar Perjuangan (NDP) dinilai menjadi kebutuhan mendesak bagi kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
NDP dipandang sebagai kompas etik dan ideologis untuk menjaga arah gerak kader agar tetap rasional, inklusif, dan berkeadilan di era post-truth.
Era post-truth menandai babak baru kehidupan sosial-politik, di mana kebenaran tidak lagi ditentukan oleh rasionalitas dan realitas objektif, melainkan oleh kekuatan repetisi narasi dan konstruksi opini di ruang digital.
Kondisi ini diperparah dengan eksploitasi identitas agama, etnis, dan afiliasi politik yang mendorong fragmentasi sosial serta memperlebar jurang polarisasi di masyarakat.
Tantangan utama hari ini bukan lagi dominasi ideologi besar sebagaimana era Perang Dingin, melainkan banjir informasi tanpa nilai.
Hoaks, disinformasi, dan distorsi narasi memenuhi ruang publik, menciptakan kebingungan kolektif.
Dalam situasi tersebut, kader organisasi kemahasiswaan, termasuk HMI, rentan terjebak dalam aktivisme yang reaktif dan kehilangan pijakan nilai, bahkan tanpa sadar ikut mereproduksi narasi menyesatkan.
Revitalisasi NDP menjadi penting untuk menempatkan kembali kebangsaan sebagai ruang etis bersama, bukan medan konflik identitas.
Dengan sejarah panjangnya, HMI memiliki tanggung jawab moral dan intelektual untuk menjaga kohesi sosial melalui narasi kebangsaan yang inklusif, berkeadilan, dan berorientasi pada kemaslahatan bersama.
NDP sejak awal dirumuskan sebagai fondasi ideologis dan nilai etik kader HMI dalam merespons realitas sosial yang terus berubah.
Nilai-nilai tersebut menuntut kader untuk tidak alergi terhadap kompleksitas, serta berani melakukan refleksi kritis terhadap pola gerak organisasi di tengah dinamika zaman.
Di era ketika kebenaran kerap disederhanakan demi kepentingan politik dan ekonomi, kader HMI justru dituntut hadir sebagai penjernih ruang publik.
Pendekatan berbasis data, metodologi ilmiah, dan etika berpikir kritis menjadi prasyarat agar gerakan tetap memiliki legitimasi moral dan intelektual.
Lebih jauh, kader HMI perlu membangun ekosistem literasi publik yang kuat: melawan hoaks, mengedukasi masyarakat, serta mengisi ruang digital dengan gagasan yang mencerahkan.
Gerakan kader tidak lagi cukup berhenti pada aksi jalanan, tetapi juga harus mampu bertarung di ruang algoritma—tanpa kehilangan nilai, integritas, dan tujuan perjuangan.


Tinggalkan Balasan