Diduga Mafia Tanah Caplok 2,5 Hektar Tanah Ahli Waris Paraki

Makassar – Dugaan praktik mafia tanah kembali menyeruak di Sulawesi Selatan. Kali ini, keluarga ahli waris Paraki melalui kuasa hukumnya, Asywar, S.T., S.H., resmi melaporkan seorang berinisial SM ke Dirtipidum Bareskrim Polri atas dugaan pemalsuan dokumen dalam penerbitan sertifikat hak milik (SHM)
Kasus ini bermula dari tanah warisan almarhumah Paraki seluas 10,96 hektare yang terletak di Sailong, Desa Sunggumanai, Kecamatan Pattallassang. Dari total luas tersebut, 2,5 hektare diduga dicaplok oleh SM dengan menerbitkan dua sertifikat, yakni SHM No. 00805 dan SHM No. 01309.
“Laporan resmi sudah kami sampaikan ke Dirtipidum Bareskrim Polri pada 29 Agustus 2025, dan kami juga telah mengajukan pemblokiran sertifikat ke BPN pada 4 September 2025,” tegas Asywar saat memberikan keterangan pers, Jumat (5/9/2025).
Asywar menegaskan bahwa kliennya adalah korban mafia tanah. Pasalnya, sejak tahun 1940, lahan tersebut tidak pernah dikuasai pihak lain selain ahli waris. Namun secara tiba-tiba, muncul sertifikat atas nama SM.
Lebih mencurigakan lagi, dasar penerbitan sertifikat tersebut menggunakan sembilan Akta Jual Beli (AJB) tahun 1993. Namun, hasil penelusuran ke Kecamatan Bontomarannu maupun ke Kecamatan Pattallassang sebagai wilayah pemekaran, dokumen AJB itu tidak pernah ditemukan.
“Bahkan pihak kecamatan menyatakan secara resmi bahwa AJB tersebut tidak tercatat. Ini sudah cukup kuat menunjukkan adanya rekayasa dokumen,” kata Asywar.
Tak hanya itu, terjadi ketidaksesuaian objek tanah. Dalam AJB disebut persil 61 dan persil 45, sedangkan tanah milik ahli waris Paraki adalah persil 84. “Ada indikasi kesengajaan dalam menempatkan AJB pada objek yang bukan miliknya. Ini modus klasik mafia tanah,” ungkapnya.
Terungkap Saat Pemagaran Lokasi
Ahli waris Paraki baru mengetahui keberadaan sertifikat tersebut setelah orang suruhan SM mencoba melakukan pemagaran di lahan warisan dengan alasan telah memiliki SHM. Dari situlah kuasa hukum segera mengambil langkah hukum.
Selain melapor ke Bareskrim dan memblokir sertifikat di BPN, pihak ahli waris juga menyiapkan gugatan perdata Perbuatan Melawan Hukum (PMH) di pengadilan.
Asywar menilai kasus ini bukan sekadar sengketa perdata, melainkan praktik mafia tanah yang melibatkan instrumen pemerintah di tingkat bawah.
“Kami minta aparat penegak hukum tidak main mata. Mafia tanah harus ditindak tegas. Ini bukan hanya soal tanah ahli waris Paraki, tapi soal keadilan rakyat kecil yang kerap menjadi korban permainan oknum berkepentingan,” tegasnya.
Kasus ini semakin menambah daftar panjang praktik mafia tanah di Indonesia yang seringkali berakar dari dokumen palsu dan penyalahgunaan wewenang. Kini, bola panas berada di tangan aparat penegak hukum, apakah benar-benar serius memberantas mafia tanah atau justru membiarkan rakyat kecil terus dirugikan.