Pendidikan Yang Merdeka, Untuk Negeri Yang Lebih Berdaya

Jakarta – Pendidikan selalu menjadi isu yang hangat dibicarakan di Indonesia, apalagi menjelang hari kemerdekaan bulan agustus ini. Pendidikan seharusnya bukan soal siapa yang punya, siapa yang bisa, atau siapa yang beruntung.
Pendidikan adalah hak semua orang, hak untuk belajar, tumbuh, dan bermimpi lebih besar. Tapi kenyataannya, hingga hari ini, masih banyak orang di Indonesia yang belum merasakan akses pendidikan yang layak.
Tak sedikit anak yang harus menempuh jarak jauh, menantang keterbatasan ekonomi, bahkan mengalah pada keadaan, hanya demi bisa duduk di bangku sekolah.
Faktanya, meski hampir semua anak usia sekolah dasar sudah mendapatkan akses pendidikan, semakin tinggi jenjangnya, semakin menyusut pula angka partisipasinya.
Menurut data Badan Pusat Statistik 2024, dari 100 anak, hanya 92 yang melanjutkan ke jenjang SMP, dan menurun lagi menjadi 88 di tingkat SMA.
Begitu menginjak usia kuliah, angkanya terjun drastis, hanya 32 dari 100 yang benar-benar mampu melanjutkan ke perguruan tinggi.
Di sisi lain, Indonesia termasuk salah satu negara dengan jumlah perguruan tinggi terbanyak di dunia. Per Februari 2025, Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDikti) mencatat, lebih dari 6.000 institusi pendidikan tinggi aktif, dari kampus negeri, swasta, keagamaan, hingga lembaga di bawah kementerian teknis.
Tapi jumlah itu belum berarti akses yang mudah. Biaya, jarak, dan kondisi keluarga masih jadi penghalang utama, terutama bagi kelompok rentan.
Dalam situasi ini, pendidikan nonformal menjadi alternatif yang lebih inklusif, melalui pelatihan, kursus, hingga program berbasis komunitas yang membuka akses belajar bagi mereka yang kesulitan menjangkau pendidikan formal.
Seperti yang disampaikan Nyiayu Chairunnikma, Head of Marketing Semen Merah Putih, “Setiap orang berhak belajar dan berkembang, tanpa dibatasi status sosial atau gelar. Belajar bisa dari mana saja, dari pengalaman, komunitas, hingga pelatihan di tempat kerja.”
Di ranah industri konstruksi, inisiatif kesetaraan akses belajar diwujudkan melalui program Mandor Pintar Institute (MPI) yang diinisiasi oleh Semen Merah Putih.
Program ini hadir sebagai bentuk nyata kepedulian terhadap pengembangan kapasitas pekerja konstruksi, kelompok yang seringkali luput dari akses pendidikan formal.
Lewat MPI, para pekerja diberi kesempatan mengikuti pelatihan teknis yang relevan, praktis, dan langsung dapat diterapkan di lapangan, mulai dari teknik pengecoran, pengawasan proyek, hingga manajemen keselamatan kerja. Materi dirancang sesuai kebutuhan industri agar berdampak langsung pada kualitas kerja.
Yang membedakan, pelatihan ini juga memberikan sertifikasi keahlian resmi dari badan sertifikasi keahlian dan juga menjalin kerjasama dengan pemerintah, seperti lewat Balai Jasa Konstruksi Wilayah (BJKW), Kementerian Pekerjaan Umum (PU).
Sertifikat ini bukan hanya pengakuan atas kompetensi, tapi juga menjadi nilai tambah penting yang meningkatkan kepercayaan diri serta membuka peluang karier yang lebih luas, baik di proyek nasional maupun swasta.
Melalui MPI, pendidikan bisa hadir di mana saja, bahkan di tengah debu proyek dan hiruk-pikuk pembangunan, selama ada komitmen untuk membuka pintu belajar bagi semua.